Senin, 30 Mei 2011
                
         KOMPAS IMAGES/FIKRIA HIDAYAT         Candi Borobudur dengan stupa induk sebagai puncak candi di  tengah kabut pagi difoto dari Puntuk Situmbu, Dusun Kurahan, Desa Karang  Rejo, Kecamatan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Kamis (27/5/2010).  Candi Borobudur dibangun sekitar abad VIII pada masa wangsa Syailendra  berkuasa. Tahun 1991 Candi Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia  oleh UNESCO.     1KOMPAS.com â" Kemegahan Candi Borobudur tidak  hanya menunjukkan kemampuan rancang bangun nenek moyang bangsa  Indonesia yang mengagumkan. Penempatan stupa terawang maupun relief di  dinding Borobudur ternyata menunjukkan penguasaan mereka terhadap ilmu  perbintangan alias astronomi.
 Penelitian selama 2,5 tahun yang  dilakukan Tim Arkeoastronomi Borobudur, Institut Teknologi Bandung,  menunjukkan, stupa utama candi Buddha terbesar di dunia itu berfungsi  sebagai gnomon (alat penanda waktu) yang memanfaatkan bayangan sinar  Matahari. Stupa utama yang merupakan stupa terbesar terletak di pusat  candi di tingkat 10 (tertinggi).
 Stupa utama dikelilingi 72 stupa  terawang yang membentuk lintasan lingkaran di tingkat 7, 8, dan 9.  Bentuk dasar ketiga tingkat itu plus tingkat 10 adalah lingkaran, bukan  persegi empat sama sisi seperti bentuk dasar pada tingkat 1 hingga  tingkat 6.
 Jumlah stupa terawang pada tingkat 7, 8, dan 9 secara  berurutan adalah 32 stupa, 24 stupa, dan 16 stupa. Jarak antarstupa  diketahui tidak persis sama. Pengaturan jumlah dan jarak antarstupa  diduga memiliki tujuan atau makna tertentu.
 "Jatuhnya bayangan  stupa utama pada puncak stupa terawang tertentu pada tingkatan tertentu  menunjukkan awal musim atau mangsa tertentu sesuai Pránatamangsa (sistem  perhitungan musim Jawa)," kata Ketua Tim Arkeoastronomi ITB Irma  Indriana Hariawang di Jakarta, Rabu (18/5/2011).
 Tim beranggotakan  satu dosen dan empat mahasiswa Astronomi ITB, satu mahasiswa Matematika  ITB, dan seorang peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.  Temuan mereka dimuat dalam prosiding 7 International Conference on  Oriental Astronomy di Tokyo, Jepang, pada September 2010.(M Zaid Wahyudi) 
 






















            Quote:             Bagaimana  orang mendapatkan ide untuk membuat karya seni mengerikan ini? Nah,  untuk asal-usulnya, kita harus kembali beberapa tahun ketika Scalin  memulai proyek Skull-A Day-nya: setiap hari selama satu tahun, dari 4  Juni 2007 hingga Juni 2 Juni 2008, ia membuat tengkorak dari bahan  sehari-hari : kertas, kaset rekaman, tas plastik dan bahkan sayuran dan  kue dadar.
            Quote:             Dari  sana, kurator Museum Mutter, Anna Dhody, meminta Scalin untuk membuat  pameran tengkorak di museum. Tujuan lembaga adalah untuk "menyediakan  tempat baik bagi para profesional medis dan masyarakat umum untuk  belajar tentang obat-obatan baik sebagai sebuah ilmu dan sebagai seni."
            Quote:             Dan  Scalin beruntung: Daripada harus bekerja dengan gambar pameran rapuh,  ia diperbolehkan untuk menggunakan irisan otak aktual dan mengatur  mereka untuk proyek tengkoraknya. Dengan hanya kain diletakkan di dua  meja perpustakaan besar dan sedikit kain hitam untuk lubang mata dan  hidung, Scalin memilah-milah lebih dari 600 potong otak nyata terbungkus  akrilik.            Quote:             
            Quote:             Setelah  banyak mengatur dan menata ulang, Scalin akhirnya mengambil 375 irisan  otak untuk seluruh bagian. Menggambarkan bekerja dengan bahan yang tidak  biasa, ia mengatakan, "Saya menghabiskan banyak waktu berpikir tentang  orang-orang yang pernah memiliki otak ini di kepala mereka dan bagaimana  otak mereka berada di tangan saya. Namun, itu bukan pengalaman yang  mengerikan. Ini benar-benar mengingatkan betapa kehidupan kita lemah dan  hanya menegaskan fakta bahwa kita harus hidup setiap hari semaksimal  mungkin. "          Quote:Spoiler for Picnya agan":  





