Senin, 30 Mei 2011
 Mayoritas umat beragama di Indonesia memercayai bahwa manusia  dijanjikan kehidupan yang kekal di akhirat beserta surga jika mampu  berbuat baik dalam hidupnya. Namun, dalam wawancara dengan The Guardian,  Senin (16/5/2011), fisikawan Stephen Hawking membantah hal itu. Dia  mengatakan bahwa konsep kehidupan kekal dan surga hanyalah dongeng  belaka.
 Hawking mengatakan, kematian terjadi ketika otak berhenti  bekerja. "Saya menganggap otak seperti komputer yang akan berhenti  bekerja ketika komponennya rusak. Tidak ada kehidupan setelah mati  ataupun surga bagi komputer rusak itu. Semua itu cuma dongeng bagi  orang-orang yang takut akan kegelapan," urai Hawking.
 
 
 Dalam  wawancara itu, Hawking juga mengemukakan bahwa terjadi fluktuasi kuantum  pada masa awal semesta menciptakan galaksi, bintang, dan kehidupan,  termasuk manusia. "Ilmuwan memprediksikan bahwa ada banyak semesta yang  tercipta secara spontan. Adalah masalah kesempatan saja kita ada di  dalamnya," kata Hawking.
 Pernyataan tersebut juga mempertegas isi buku The Grand Design  karyanya yang dipublikasikan pada 2010. Buku itu menyatakan bahwa  penciptaan semesta dan eksistensinya tak perlu peran serta Tuhan.  Gagasan Hawking yang kontroversial itu menyulut perdebatan dengan para  pemuka agama.
 Pertanyaannya kemudian, ketika kehidupan kekal dan  surga tak ada, apa yang harus dilakukan manusia dalam hidupnya? Hawking  mengemukakan bahwa hakikat kehidupan adalah menemukan makna dari  tindakan yang dilakukan. "Kita harus menemukan nilai tertinggi dari  tindakan kita," cetus Hawking.
 Hawking sendiri menyatakan bahwa ia  tak takut mati. "Saya telah hidup dengan prediksi kematian dini selama  49 tahun. Saya tak takut mati, tetapi saya juga tak buru-buru ingin  mati. Saya masih punya banyak hal yang perlu saya lakukan," papar  fisikawan yang juga menulis buku best seller A Brief History of Time pada tahun 1988 ini.
 Dalam  kesempatan wawancara itu, Hawking menyatakan, "Semesta diatur oleh  sains. Tetapi sains mengatakan kepada kita bahwa kita tak bisa  menyelesaikan persamaan secara langsung. Kita harus menggunakan teori  seleksi alam Darwin untuk survive. Kita akan memberi mereka nilai tertinggi."
 Hawking  juga mengatakan sisi sains yang paling menarik bagi dirinya. "Sains  menjadi menawan ketika mampu menjelaskan secara sederhana fenomena atau  hubungan setiap observasi yang berbeda. Misalnya terkait struktur DNA double helix dalam ilmu biologi dan persamaan dasar fisika," ungkap Hawking.
 Hawking  diketahui mengidap penyakit neuron motorik sejak usia 21 tahun. Dokter  memprediksi hidupnya tak akan lama, tetapi ternyata ia hidup hingga lima  dekade setelah diagnosis penyakit itu. Kesempatan hidup lebih itu  membuat Hawking merasa ia memiliki nilai kehidupan yang lebih.         
          Sumber : The Guardian 
 
0 komentar:
Posting Komentar