Selasa, 15 Maret 2011
 Indonesia  banyak bangunan yang   menyimpan nilai historis yang luhur, namun sebelas  objek di bawah ini   juga memiliki nilai arsitektur yang sangat tinggi. 
 Banyak  mata yang sudah mengakui keindahan dan kemegahannya. Bila Anda   sedang  berlibur ke suatu daerah, tentunya tidak ingin melewatkan   kesempatan  untuk melihat bangunan, jembatan, mesjid atau berbagai   peninggalan  bersejarah lainnya, yang menjadi trade mark daerah  tersebut.
 
 Meskipun  banyak yang bukan merupakan hasil karya bangsa ini, tak  sedikit   bangunan, mesjid bahkan jembatan yang merupakan karya para  arsitek   negeri sendiri yang memiliki nilai arsitektural yang tinggi.  Kali ini   kami khusus mengajak Anda "berwisata" ke berbagai peninggalan  bersejarah   tersebut yang tersebar di beberapa daerah. 
 
 Istana Maimun 
 
Istana    Maimun telah dinobatkan sebagai bangunan terindah di Kota Medan,    Sumatera Utara. Terletak di kawasan Jl. Brigjen Katamso, istana megah    ini selesai dibangun sekitar tahun 1888 dan merupakan warisan dari    Sultan Deli Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah. Sapuan warna kuning pada    gedung ini merupakan warna khas Melayu.
 
 Arsitekturnya yang unik  adalah daya tarik utama dari Istana Maimun.   Pengaruh Eropa terlihat  jelas pada balairung atau ruang tamu, jendela,   pintu dan sebuah  prasasti di depan tangga yang bertuliskan huruf  Latin,  berbahasa  Belanda. Sedangkan, ciri Islam muncul pada atapnya  yang  bergaya Persia  yang melengkung, style yang banyak dijumpai pada   bangunan-bangunan di  kawasan Timur Tengah. 
 
 Bagian  dalam Istana Maimun juga menarik untuk disusuri. Di balik    dinding-dindingnya yang kokoh, terdapat puluhan kamar yang tersebar di    dua lantai. Kemegahan pun terlihat pada singgasana, lampu kristal  Eropa,   kursi, meja maupun lemari. Foto-foto keluarga, senjata-senjata  kuno,   termasuk ruang penjara, juga ada di istana ini. Walaupun masih  menyimpan   benda-benda bernilai sejarah, Istana Maimun masih  membolehkan  wisatawan  untuk berkunjung dan menikmati kemegahan  sekaligus menyelami  kejayaan  Kesultanan Deli masa lalu. 
 
 Mesjid Raya Medan  
 
 
Mesjid    Raya Medan yang berdiri angkuh tak jauh dari Istana Maimun adalah    bangunan yang juga menjadi jejak kejayaan Deli. Dibangun pada tahun    1906, semasa pemerintahan Sultan Makmun Al Rasyid, mesjid ini masih    berfungsi seperti semula, yaitu melayani umat muslim di Medan yang ingin    beribadah.
 
 Kubahnya yang pipih dan berhiaskan bulan sabit di  bagian puncak,   menandakan gaya Moor yang dianutnya. Seperti mesjid  lainnya, sebuah   menara yang menjulang tinggi terlihat menambah  kemegahan dan  religiusnya  mesjid ini. Aplikasi lukisan cat minyak  berupa bunga-bunga  dan tumbuhan  yang berkelok-kelok di dinding, plafon  dan tiang-tiang  kokoh di bagian  dalam mesjid ini, semakin menunjukkan  tingginya nilai  seni mesjid ini. 
 
 Mesjid Istiqlal  
Jakarta    yang serba modern dan dipenuhi gedung kaca, ternyata masih memiliki    bangunan bersejarah dengan desain yang indah, yaitu Mesjid Istiqlal.    Rumah ibadah umat muslim yang megah ini telah lama menjadi salah satu    landmark Jakarta. Kokoh berdiri di atas areal seluas 9,5 hektar dan    berkapasitas hingga 8.000 orang, mesjid hasil karya arsitek Indonesia, F    Silaban ini, pernah menjadi yang terbesar di Asia Tenggara, sekaligus    menjadi kebanggaan umat muslim Ibukota dan Indonesia. Dibangun pada    masa-masa awal kemerdekaan, mesjid ini memang melambangkan kemerdekaan,    sesuai dengan arti dari nama yang disandangnya.
 
 Mesjid Istiqlal  mempunyai sebuah kubah raksasa berwarna putih yang   bentuknya seperti  bola dibelah dua. Layaknya mesjid lain di dunia,   Mesjid Istiqlal ini  juga dilengkapi sebuah menara yang tingginya   menggambarkan jumlah ayat  yang ada pada kitab suci Al Qur'an. Sebuah   bedug raksasa ikut menambah  keunikan mesjid ini. Ukurannya yang amat   besar, menobatkan bedug ini  sebagai bedug terbesar di Indonesia! 
 
 Gereja Katedral  
Gereja    Katedral yang berada tak jauh dari Mesjid Istiqlal adalah bangunan    berdesain unik yang selalu menjadi perhatian wisatawan. Usia bangunan    bergaya neo gothic ini memang sudah lebih dari seabad. Tidak heran bila    bangunan ini ditetapkan sebagai salah satu bangunan cagar budaya yang    dilindungi kelestariannya.
 
 Walaupun begitu, Gereja Katedral yang  resmi digunakan pada tahun 1901   ini, masih berdiri kokoh dan elegan di  tengah "berisiknya" Jakarta.   Keunikan dari gereja hasil rancangan  seorang pastornya yang bernama,   Antonius Dijkmans ini, terlihat pada  dua menara yang mengapit pintu   masuk. Di atas menara tersebut ada dua  menara kecil lain yang tersusun   dari rangkaian besi. Demikian juga  dengan menara ketiga. Pada puncak   setiap menara terdapat lonceng kuno  yang dibuat sekitar tahun 1800   sampai awal 1900-an. 
  
 Gedung Sate
Di    Kota Bandung yang sejuk, Anda juga bisa menjumpai sebuah bangunan    dengan arsitektur yang lain dari yang lain. Dibangun pada era kolonial    Belanda, Gedung Sate, demikian gedung ini banyak disebut, merupakan    salah satu daya tarik yang ada di Kota Kembang. Nama Gedung Sate sendiri    muncul karena sebuah ornamen yang terlihat seperti tusuk sate di   puncak  menara utamanya.
 Gedung Sate hasil rancangan Ir.J.Gerber,  arsitek kenamaan lulusan   Fakultas Teknik Delf Nederland dan timnya ini,  selesai dibangun pada   tahun 1924.
 
 Bangunan ini mengadopsi gaya  arsitektur era Renaissance Italia. Namun,   pada bagian tengahnya  terdapat menara bertingkat yang mirip dengan  atap  meru atau pagoda.  Oleh sebab itulah, kalangan arsitek menilai  bahwa  Gedung Sate memiliki  rancangan yang "berani beda" dan tak  populer di  zamannya. 
 
 Kini,  di depan bangunan ini terdapat sebuah monumen untuk mengenang   gugurnya  para pejuang Jawa Barat saat mempertahankan Gedung Sate dari   serangan  pasukan Gurka. Setiap hari Minggu atau hari libur nasional,   gedung ini  selalu dipenuhi wisatawan. 
 
 Usai  menikmati kemegahan gedung ini dari luar, Anda bisa menuju   menaranya  untuk menyaksikan benda-benda bersejarah. Atau bisa juga   sekadar  bersantai di kafe yang ada di gedung ini sambil menikmati   suasana dan  udara Kota Bandung yang sejuk dan segar. 
 
 Lawang Sewu  
Membahas    tentang arsitektur atau bangunan tua di Indonesia, tentu tak bisa   lepas  dari sebuah bangunan legendaris yang berdiri kokoh di Kota   Semarang,  tepatnya di kawasan Simpang Lima, yaitu Lawang Sewu. Bangunan   yang  artinya adalah "seribu pintu" ini, sesungguhnya bukan nama   sebenarnya  yang diberikan untuk bangunan ini.
 
 Nama tersebut  menjadi legendaris karena banyaknya jumlah pintu yang   terdapat pada  gedung keno ini. Dahulu, Lawang Sewu yang bergaya art  deco  adalah  kantor perusahaan kereta api Belanda, NV Nederlandsch  Indische  Spoorweg  Mastshappij (NIS) dan bangunan ini merupakan salah  satu karya  terbaik  arsitek Prof. Jacob K. Klinkhamer dan B.J. Oudang. 
 
 Pemerintah  Kota Semarang sendiri telah menetapkan Lawang Sewu sebagai   salah satu  gedung yang dilindungi. Predikat ini layak disandang oleh   Lawang sewu  karena gedung ini juga merupakan saksi sejarah Indonesia   saat pecahnya  perang sengit selama 5 hari di Semarang, antara Angkatan   Muda Kereta  Api melawan kompetai dan Kido Buati, Jepang. 
 
 Gereja Blendug  
   Sebagai bangsa yang paling lama "menduduki" negeri ini, Belanda juga    meninggalkan jejaknya di Kota Semarang. Coba saja lihat kawasan kota    lama yang ada di Ibukota Provinsi Jawa Tengah itu. Anda akan menjumpai    banyak bangunan tua yang bergaya masa kolonial. Dari sekian gedung yang    berjajar di tepi jalan, Gereja Blendug adalah salah satu bangunan tua    yang menarik.
 
 Dibangun sekitar tahun 1753 oleh komunitas Belanda  yang dulu menghuni   kawasan ini, Gereja Blendug merupakan gereja tertua  di Jawa Tengah yang   masih terawat sampai sekarang. Blendug sendiri  berasal dari bahasa  Jawa  yang berarti kubah, mengacu pada atap yang ada  di gereja ini. 
 
 Bentuk  atapnya yang melengkung dan berwarna merah, terasa kontras  dengan   dindingnya yang dicat warna putih. Empat pilar kokoh serta  menara   kembarnya yang khas di bagian depan juga menjadi ciri khas  gereja yang   kini bernama resmi GPIB Immanuel ini. Gereja Blendug telah  menjadi ikon   Kota Semarang dan selalu menjadi lokasi persinggahan  wisatawan sejarah   maupun para pecinta fotografi. 
 
 Mesjid Agung Palembang  
Palembang    tak hanya terkenal dengan pempek atau kain songketnya. Kota di tepian    Sungai Musi ini juga dihiasi bangunan dengan arsitektur mengagumkan    seperti terlihat di Mesjid Agung Palembang.
 
 Berlokasi tak jauh  dari Plaza Benteng Kuto Besak, di Kota Palembang,   Sumatera Selatan,  Mesjid Agung Palembang mulai dibangun ketika  Palembang  dipimpin oleh  Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo,  tepatnya tahun  1738. Pada  zamannya, mesjid ini dipercaya sebagai salah  satu rumah  ibadah terbesar  yang pernah ada. 
 
 Meski  digarap oleh seorang arsitek Eropa, pengaruh Cina ikut muncul  pada   wajah mesjid ini. Hal itu ditandai oleh bentukan limas dan hiasan    ornamen khas Cina pada sejumlah atapnya. Paduan dua budaya ini  menjadi   ciri khas Mesjid Agung Palembang dan membuat banyak pelancong    terkagum-kagum. Sebuah akulturasi budaya yang bisa tetap berdampingan    dan saling mengisi. 
 
 Taman Sari  
Taman    bunga yang indah. Begitulah kira-kira arti dari nama Taman Sari.  Areal   pemandian ini merupakan kompleks bangunan yang sangat indah dan   menjadi  aset Keraton Yogyakarta. Dibangun setelah Perjanjian Giyanti   pada tahun  1755, tempat ini memang didesain sebagai tempat pengasingan   diri Sultan  Yogyakarta dan keluarganya dari hiruk pikuk dunia.  Meskipun  sempat luluh  lantak terguncang gempa, saat ini Taman Sari  sudah  kembali terlihat  cantik.
 
 Taman Sari memang dirancang sedemikian  rupa agar bisa menghadirkan   ketenangan bagi siapapun yang berada di  dalamnya. Bangunan ini juga   mencerminkan style yang multikultur  (Portugis, Belanda, Cina, Jawa,   Hindu, Buddha, Nasrani, dan Islam).  Kolam mungil dengan air mancurnya   yang jernih dan pohon-pohon berbunga,  menambah keasrian tempat ini.   Sekaligus menjadikannya sebagai lokasi  peristirahatan yang sempurna. 
 
 Tongkonan  
Selain    bangunan peninggalan kolonial, Indonesia juga memiliki sejumlah rumah    adat dengan bentuk atau desain yang unik. Bangunan ini memang bukan    karya seorang arsitek era modern yang menguasai segudang teori.    Melainkan kreasi sekelompok manusia yang masih mencintai serta    menjunjung tinggi adat istiadat yang diwariskan oleh leluhurnya. Dan    Tongkonan, rumah adat masyarakat Tana Torja di Sulawesi Selatan, adalah    salah satunya.
 
 Tongkonan memang memiliki ciri khas tersendiri  dibanding rumah adat   lainnya. Rumah ini berupa rumah panggung dari  kayu. Atapnya yang  terbuat  dari susunan bambu yang dilapisi ijuk hitam  serta bentuknya  yang  melengkung seperti perahu telungkup, membuat rumah  ini mirip  dengan  Rumah Gadang, rumah adat masyarakat Minang atau  Batak. Dinding  rumah  yang terbuat dari kayu, juga diukir dengan aneka  ukiran khas  Toraja. 
 
 Ciri  lain yang paling menonjol pada Tongkonan adalah adalah kepala   kerbau  beserta tanduknya yang meliuk indah yang disusun pada sebuah  bang  utama  di depan setiap rumah. Jumlah kepala kerbau yang ada di  setiap  rumah  bisa berbeda. Semakin banyak "hiasan" ini di sana, maka  semakin  tinggi  derajat keluarga yang tinggal di dalamnya. Karenanya.  Tongkonan  juga  menjadi salah satu daya tarik wisata Tator dan banyak  diminati para   pecinta foto. 
 
 Jembatan Mahakam 
   Bicara soal arsitektur tak terbatas hanya pada bangunan, rumah atau    gedung. Nah, untuk kategori ini, Jembatan Mahakam 2 atau yang juga    dikenal dengan Jembatan Tenggarong di Kalimantan Timur, menjadi salah    satu pilihan.
 
 Melintang di atas Sungai Mahakam di tepian Kota  Tenggarong, jembatan  ini  adalah yang ke dua setelah Jembatan Mahakam I  yang berada di  tengah  Kota Samarinda. Namun demikian, Jembatan Mahakam 2  mempunyai  desain yang  menarik dibanding "saudara tuanya" atau jembatan  lainnya  di Nusantara.  Jembatan ini tergolong suspension cable bridge  dan  berdesain nyaris sama  dengan Golden Gate di San Francisco, Amerika   Serikat. 
 
 Wajar  saja bila jembatan yang membentang sejauh sekitar 710 meter ini   tak  hanya berfungsi sebagai sarana transportasi, tapi juga menjadi daya    tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Tenggarong. Menjelang senja,    lampu-lampu yang terpasang pada tiang dan kebel-kabelnya akan menyala    dan menyajikan sebuah panorama yang indah. 
 
0 komentar:
Posting Komentar